1708268983217

Foto atas : Kantor Desa Bunta, Petasia Timur

Palu, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) –
Cerita pembebasan lahan di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk lokasi pertambangan nikel PT. Stardust Estate Investment (SEI), nampaknya akan berbuntut masalah.

Ini setelah 14 orang pemilik lahan tersebut berencana akan mengadukan sejumlah oknum yang ada dalam Tim Pembebasan Lahan ke kepihak kepolisian.

Dalam catatan CBN, Tim Pembebasan Lahan milik 14 warga, disebut-sebut merupakan “orang-orang” dari Kepala Desa Bunta bernama Cristol Lolo. Mereka antara lain, Yusri Kayoa dan Yanto Kasim. Kedua oknum itu, diduga telah menggelapkan dana pembebasan lahan ke -14 orang tersebut.

Rencana untuk mengadukan kepolisi anggota tim pembebasan lahan itu, disampaikan langsung Aprianus Kelo dan Alamsyah Loliwu mewakili 12 orang pemilik lahan lainnya kepada wartawan baru-baru ini di Palu.

Menurut Apri Kelo, pihaknya akan menempuh jalur hukum, karena mereka menengarai oknum tim pembebasan lahan tersebut, telah berkonspirasi untuk menggelapkan dana ganti rugi lahan yang harus diterima Apri dan ke – 13 pemilik lainnya.

Menurut Apri, tidak mungkin pihak PT. SEI berani mengobok-obok lahan pertanian yang mereka kelola selama ini, tanpa didahului dengan pembayaran ganti rugi, “Jadi sesungguhnya perusahaan sudah membayar ganti rugi, tetapi uangnya diduga nyangkut dan digelapkan oleh oknum tersebut.” papar Aprianus Kelo.

Untuk langkah hukum yang akan ditempuh Apri dan Alamsyah beserta pemilik lahan lainnya, akan meminta pendampingan hukum k Dr. Johnny Salam, S.H., M.H. dan kawan-kawan.

Johnny yang merupakan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako ketika dihubungi di Palu, membenarkan jika pihak pemilik lahan dari Desa Bunta, sudah mempercayakan kepada dirinya untuk mengadukan dua oknum itu kepada aparat kepolisian, “Masa iya lahan orang diambil begitu saja tanpa diberi ganti rugi. Harus tim pembebasan lahan, memperjuangkan nasib para pemilik lahan. Jangan malaj terjadi tindakan sebaliknya, hak-hak pemilik lahan digelapkan.” tukas Johnny yang sudah menjadi advokat pasca pensiun dari kampus.

Beberapa hal yang menjadi catatan soal kejanggalan terkait pembebasan lahan pertanian warga Desa Bunta. Antara lain tampak dari adanya dua orang warga pemilik lahan masing-masing bernama Alamsyah Loliwu Adoe yang telah menerima panjar pembayaran ganti rugi sebanyak Rp. 300 juta yang diterima langsung dari Yusri Kayoa. Uang ditetima di kediaman mantan Kepala Desa Bunta, Alfred Pantilu dan seorang lagi pemilik lahan bernama Masani yang telah pula menerima pembayaran sebanyak Rp. 300 juta yang diterima langsung oleh kakak iparnya bernama Oderman Lapasila di rumah Yusri Kayoa.

Disebutkan bahwa kedua pemilik lahan itu memiliki lahan pada hamparan yang sama dengan 13 orang lainnya yang tidak terbayar. Lancarnya pembayaran untuk Masani, karena tim pembebasan lahan, diduga takut dan segan kepada Masani, sebab dia seorang pensiunan tentara.

Sementara itu, Yusri Kayoa yang dihubungi melalui sambungan telepon, mengakui jika lahan-lahan milik para warga Desa Bunta itu tidak bisa dibayarkan ganti ruginya. Sebab, tim pembebasan lahan tidak menemukan dokumen kepemilikan lahan yang valid.

Berbeda halnya dengan lahan milik Masani dan Alamsyah yang diakuinya memiliki dokumen yang jelas dan valid. Hanya saja, berdasarkan hasil klasifikasi dokumen surat tanah masyarakat Desa Bunta Kecamatan Petasia Timur yang dilakukan Tim Validasi Surat Tanah Masyarakat yang dibentuk berdasarkan SK Bupati Morowali, tanggal 15 Desember 2010 yang ditandatangani, Anwar Hafid ketika itu untuk keperluan proyek PT. Agro Nusa Abadi (ANA) guna dijadikan lokasi perkebunan sawit. Disitu tercantum dengan jelas nama ke-14 pemilik lahan tersebut, meski proyek itu sendiri tidak terealisasi dan saat ini lahannya dijadikan areal pertambangan oleh PT. SEI.

Mebyoal kejanggalan lain dari persoalan ganti rugi lahan di Desa Bunta tersebut, ada informasi lain yang diutarakan Alamsyah Adoe kepada Berita Global Indonesia, yakni pihaknya suatu hari diundang Yusri Kayoa untuk menerima pembayaran ganti rugi dari PT SEI di rumah mantan Kades Bunta, Alfred Pantilu. Ia pun datang bersama isteri dan ketika itu, pihaknya disodori berita acara penerimaan ganti rugi lahan dengan nominal sebanyak Rp. 630 juta untuk ditandatangani.

Alamsyah mengaku menolak menandatangani berita acara itu, karena Yusri hanya mau menyerahkan uang sebanyak Rp. 300 juta untuk dibagikan kepada 13 orang pemilik lahan lainnya. Jumlah dana Rp. 300 juta itu, juga tidak sesuai dengan nominal yang tertera dalam berita acara. Pada kesempatan itu, ungkap Alamsyah lagi, Yusri terpaksa berdalih bahwa uang Rp. 300 juta itu merupakan panjar pembayaran yang sisanya akan dibayarkan kemudian.

Hanya saja lanjut Alamsyah, sisa dana ganti rugi yang pernah dijanjikan Yusri itu, hingga saat ini tidak pernah terbayarkan. Malahan beberapa kali ditagih, tetapi Yusri berdalih jika urusan itu ditangani Kades Bunta, Christol Lolo. Pada kesempatan lain, tatkala Christol Lolo lagi yang ditagih, dia justru menunjuk Yusri, sehingga Alamsyah merasa dipermainkan oleh kedua oknum itu.

Atas kondisi tersebut kata Alamsyah, pihaknya tidak segan-segan akan menggunakan upaya hukum untuk mengadukan seluruh oknum yang terlibat dalam dugaan penggelapan dana ganti rugi lahan itu kepada pihak kepolisian.

Sementara itu, Kepala Desa Bunta, Cristol Lolo yang dimintai konfirmasi via sambungan telepon, baru-baru ini, terkait pembayaran Rp. 600 juta yang dibayarkan kepada Masani dan Alamsyah, mengaku tidak tahu menahu dari mana asal usul dana tersebut. Bukan hanya itu, kepada siapa Yusri membayarkan ganti rugi lahan itu, pihaknya juga mengaku tidak mengetahuinya. “Semua itu saya tidak tahu, Yusri dan kawan-kawanlah yang mengaturnya. Makanya saya pernah tegur dan memarahi mereka, karena persoalan itu,” ungkap Cristol.

Menanggapi pengakuan Cristol itu, salah seorang warga Desa Bunta kepada Berita Global Indonesia yang tak mau disebut identitasnya itu menilai, sikap kepala desa tersebut, hanyalah penyangkalan dan cenderung merupakan “cuci tangan” saja dari masalah itu. Karena menurutnya, tidak mungkin kepala desa tidak tahu menahu tentang asal usul dan sumber dana yang dibagikan Yusri kepada pemilik lahan. “Masa iya, pak kades tidak tahu uang yang dibayarkan Yusri itu bukan uang receh, tapi jumlahnya ratusan juta,”ujar sumber menambahkan.

Lagi pula lanjut sumber, Yusri bekerja berdasarkan kebijakan Cristol Lolo. Jadi, tak mungkin tidak ada laporan atau pemberitahuan kepadanya selaku kepala desa dan sebagai pihak yang membentuk tim pembebasan lahan tersebut. ‘Bila cerita kepala desa itu benar adanya, maka Yusri dan kawan-kawan terkesan meremehkan dan pandang enteng Cristol sebagai kepala desa yang menunjuknya,” beber sumber tersebut.* jay

Share :