CBN, JOMBANG – Warga Dusun Plosokendal, Desa Plosogeneng, Kecamatan/Kabupaten Jombang mengeluhkan pelayanan di desanya. Ini setelah diminta membayar uang pungutan liar (pungli) sebesar Rp 6 juta saat mengurus surat hak waris tanah, pekan kemarin.

“Kejadiannya April kemarin, dan terpaksa saya bayar karena kalau tidak dibayar suratnya tidak dikeluarkan sama perangkat desanya,” keluh IP salah seorang warga Plosogeneng.

Ia lantas menceritakan, sang ibu St, 73, asal muasal pengurusan surat hak waris untuk sawahnya. Ibunya membeli sawah dari saudaranya yang lain. Namun, sawah seluas 300 ru atau sekitar 4.200 meter persegi itu masih atas nama orang tua saudara ibunya. Dalam pembelian itu tak semua luas sawah dibeli. Hanya seluas 2.922 meter persegi.
“Karena pemiliknya sudah meninggal, otomatis ibu saya harus mengurus surat hak waris ke desa, untuk keperluan akta jual beli ke notaris,” lanjutnya.

“Dia (perangkat desa) mintanya 1 persen dari nilai transaksi, karena nilai transaksinya Rp 600 juta untuk keseluruhan sawah itu, jadi ibu dikenakan Rp 6 juta, dibagi dua dengan saudara yang lain, karena sawahnya memang pecah,” tambahnya.

Dengan pecahnya kewajiban itu sang ibu dikenai biaya sebesar Rp 3 juta. Begitu juga ahli waris lainnya juga dibebankan biaya Rp 3 juta. Menurut oknum perangkat desa itu pengenaan biaya itu merupakan adat istiadat desa, dan sudah mengantongi restu dari kepala desa. “Katanya adatnya begitu, walaupun tidak ada aturannya. Keberatan kami ya karena nominalnya ditentukan,” imbuhnya.

Lantaran terpaksa dan mengejar waktu pengurusan dokumen, maka permintaan uang itupun disanggupi. IP menyebut beberapa hari setelahnya, sang ibu dikabari jika surat hak warisnya telah jadi. “Melalui pesan singkat, memberitahukan suratnya sudah bisa diambil. Tapi waktu diambil ke balai desa, ditahan lagi sama dia,” lontarnya.

Surat itu ditahan lantaran uang yang dimintanya belum diberikan. Dengan terang-terangan, perangkat desa itu meminta agar segera transfer uang dulu, baru suratnya akan diberikan.

“Karena sudah terpaksa sekali, dan kasihan ibu juga, posisi saya di luar kota, uang akhirnya saya transfer, namun saya beri keterangan pada bukti transfer dengan ‘biaya surat ket waris alm Waemah,” ungkapnya sembari menunjukkan bukti transfer yang ia miliki.

Ia menyebut, surat keterangan ahli waris itupun akhirnya diberikan kepada ibunya. Dengan sistem pelayanan yang dianggap adat ini ia mengaku sangat kecewa.

Terlebih, masih ada tanggungan Rp 3 juta yang hingga kini belum dibayar oleh keluarganya yang lain. “Kami sudah ikhlaskan kalau masalah uang, tapi kasihan yang sisanya ini. Apalagi saudara saya ini orang tidak mampu,” tambah dia.

IP berharap, kejadian serupa tak terjadi lagi kepada siapapun di desanya dan di desa lain. Terlebih, uang sebesar itu baginya cukup memberatkan. “Ya semoga saja ini yang terakhir,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Plosogeneng Bimo Ryo Herdiawan, mengaku belum tahu perihal informasi dan keluhan warganya atas pengurusan surat ahli waris.

Yang jelas kalau terkait ucapan restu dari kades saya tidak pernah memberi restu seperti itu, saya justru melarang minta-minta uang kepada pemohon,” ungkapnya, kemarin (3/5).

Rio akan segera mengklarifikasi permasalahan itu kepada perangkat desa dimaksud. Ia berjanji, akan melakukan tindakan tegas jika memang kejadian itu benar.

“Yang jelas pelayanan gratis di desa kami. Saya pastikan akan klarifikasi dan panggil yang bersangkutan (perangkat desa, Red) kalau memang benar ada seperti itu, pasti akan saya minta kembalikan uangnya,” pungkas dia.

( Andi CBN )

Share :