
Buol, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) – Dihari dan pekan-pekan memulai tugas, memang begitu padat agenda. Namun, masih juga sempat membagi waktu untuk menerima para Kadis atau Kepala Badan serta tamu-tamu daerah maupun umum.
Selesai rapat jajaran, biasanya menghadiri undangan, kemudian anjangsana atau turun meninjau ke lapangan untuk penataan infrastruktur yang kumuh. Seperti lokasi “Pasar Kaget” yang berada di lokasi jembatan lama Buol.
Ya, melakoni rutinitas sebagai seorang kepala daerah, awal-awal Drs Moh Muchlis MM, Pj Bupati Buol suntuk, selaku leader memutar roda kerja pemerintahan di Kabupaten Buol.
Begitulah. Ritme kinerja pemerintahan, telah berjalan dibawah kendali Pj Bupati Buol Moh Muchlis, dilebih sebulan separuh berjalan.
Dalam tugas “pembenahan”, Pj Bupati Buol telah tak terhitung lagi harus turun langsung ke “lapangan”, saat diluar kantor. Dan nampak ia tindak menunda waktu. Mengapa? Karena yang dia mau, semua berjalan cepat dengan hasil yang baik. Bupati Muchlis, juga meinginginkan tugas dan kewenangan yang ada, bisa berimplikasi dan teraplikasi sesuai peruntukannya.
Lalu apa komentar Pj Bupati Buol Drs Moh Muchlis, MM saat dimintai CBN komentar baru-baru ini, terkait tugas-tugasnya selaku seorang Pj Bupati? Bagaimana dengan sejumlah kewenangan yang diberikan Gubernur Sulteng dipundaknya?
Pertama menurut Muchlis, ia melihat potensi yang dimiliki Kabupaten Buol. Kedua terkait prioritas pendapatan dan investasi, melalui pemanfaatan zona perairan laut bagi tambak udang faname.
Muchlis menunjuk contoh Lakea sudah memulainya pada leading sector Dinas Perikanan Buol, sistem dan teknologi Bio Flog. Selain di Lakea, ada juga bubidaya udang faname di Kampung Bugis, yang dibangun beberapa tahun lalu. Program tersebut, turun dari Kemetrian. Inilah yang akan didorong untuk.dikelola kembali dengan kerjasama dengan pihak ketiga kata Muchlis, lewat pengelolaan secara profesional. Dengan harapan, ini bisa turut mendorong pertumbuhan ekonomi. “Sekaligus, dapat menyerap tenaga kerja lokal dan bermuara kepada peningkatan PAD,” kata Muchlis.
Ketiga, dukungan tata niaga dan tata industri sawit yang berkeadilan bagi semua. Buol kan banyak sawit. Seperti CCM – HIP yang punya perkebunan inti dan plsama. Khusus plsma, selama ini dikelola melalui koperasi. Di kebun intinya, ada kurang kebih 20.000 ha sawit, sudah merekrut 24.000 tenaga kerja. Nah, jika tidak dicarikan jalan terbaik dan tenaga kerja berhenti, maka akan ada 24.000 jiwa warga Buol, yang akan kehilangan pendapatan.
Di Buol pernah juga ada PT Arthalita, tapi sudah out dan pindah ke Tolitoli, meninggalkan kebun plasmanya kurang lebih 9.000 ha. Mungkin sekarang sudah berproduksi, namun tidak ada pembeli karena perusahaan itu sudah hengkang. Terakhir ada PT Palma, perusahaan kelapa sawit mini. Namun sementara aktifitas PT Palma dihentikan. Semua inilah, yang harus menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Terus, dukungan bagi potensi pertambangan yang ramah lingkungan, yang berpotensi meningkatkan fiskal daerah. Di Buol ada tambang emas. Tapi hari ini — karena dikelola secara parsial — maka tidak memberikan dampak apa-apa bagi daerah. Nah, ini tentunya harus diatur kembali. SIUP-SIUP-nya akan ditinjau kembali.
“Saya juga mendorong angkatan prakerja yang akan difokus pada kantong-kantong kemiskinan. Sekaligus mengentaskan kemiskinan dan berdampak kepada penekanan stunting yang di Buol masih berada diangka 28 persen. Ini memang tidak gampang dan salah satu solusinya dengan prakerja bagi usia produktif 20 hingga hingga 60 tahun yang belum memiliki pekerjaan,” terang Muchlis.
Mereka yang masih produktif itu sebut Nuchlis akan dibina, dilatih selama enam bulan. Nantinya setelah menuntaskan pelatihan, bisa melakukan usaha-usaha mandiri. Tinggal saja, dikonekkan dengan program UMKM untuk mengatur sistemnya.
Begitupun dengan perbaikan Indeks Pembagunan Manusia (IPM). Seperti, pendidikan dasar, mutu kesehatan dan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) atau Human Resources. Begitulah. Rapor pendidikan di Kabupaten Buol masih sangat rendah, menyangkut numerasi dan literasinya. Baik ditingkat SD maupun SMP. Penilaiannya masih jauh dari standar kompetensi. Tercatat di Sulteng, yang terendah, adalah Buol dan Kabupaten Sigi.
Belum lagi bicara soal kualitas pendidikan SD dan SMP- nya.
Berikutnya, ada rencana untuk melakukan integrasi sistem perencanaan dengan pemerintah pusat, terkait keuangan dan informasi birokrasi berbasis IT. “Dan yang terakhir, kita akan menciptakan pariwisata yang bagus di Buol dan ikon-ikon daerah,” tandas Muchlis.* jay