img 20240613 wa0018

CBN, Bangka Belitung – Gudang distributor beras milik CV Sumber Alam Lestari di Jl. Sukarno Hatta, Kelurahan Dul, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjadi sorotan publik setelah ditemukan tidak memiliki izin pengemasan ulang. Gudang ini diduga membuka kemasan akhir beras merek Cap Gunung dan menggantinya dengan merek KTJ dan 118. Kamis (13/6/2024).

Hal ini memicu pertanyaan besar: apakah pemiliknya, yang dikenal dengan nama Anyun, akan dipidana?

Beras adalah komoditas strategis yang sangat penting bagi ketahanan pangan di Indonesia. Sebagai pangan pokok utama, keberadaan beras tidak dapat digantikan oleh komoditas lain.

Namun, tindakan ilegal yang dilakukan oleh Anyun telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pemerintah.

Gudang yang dimiliki Anyun dilengkapi dengan mesin mixer dan mesin jahit karung, alat yang digunakan untuk pengemasan ulang, yang ternyata tidak memiliki izin resmi.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, gudang adalah tempat penyimpanan barang yang tidak boleh dikunjungi oleh umum dan digunakan khusus sebagai tempat penyimpanan barang.

Gudang tidak boleh digunakan sebagai tempat pengemasan, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 Permendag Nomor 16 Tahun 2016.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini membawa sanksi administratif yang cukup berat.

Tindakan Anyun dalam membuka kemasan akhir beras dan menggantinya dengan merek lain jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Pasal 139 undang-undang tersebut menyatakan bahwa membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan dijual dapat dipidana dengan penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Selain itu, Pasal 85 undang-undang yang sama juga mengatur sanksi administratif bagi pelanggar, termasuk denda, penghentian sementara kegiatan, penarikan pangan dari peredaran, ganti rugi, dan pencabutan izin.

Tidak hanya itu, tindakan ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8.

Pelanggaran ini mengatur ancaman hukuman mulai dari dua hingga lima tahun penjara, serta denda maksimal Rp6 miliar. Dalam konteks ini, pelanggaran yang dilakukan Anyun bukan hanya terkait dengan izin pengemasan ulang, tetapi juga terkait dengan perlindungan konsumen.

Pengoplosan beras dilakukan untuk mengambil keuntungan tanpa mengindahkan kualitas, yang merugikan konsumen.

Beras IR64 yang digunakan Anyun adalah jenis beras dengan bulir panjang namun tidak memiliki aroma seperti pandan wangi. Teksturnya pulen, gurih, dan tidak lengket saat dimasak.

Beras ini dijual dengan harga lebih terjangkau dibandingkan beras berkualitas seperti pandan wangi, tetapi kualitasnya menurun setelah tiga bulan.

Oleh karena itu, tindakan pengemasan ulang tanpa izin yang dilakukan Anyun dapat menurunkan kualitas beras tersebut, merugikan konsumen.

Dalam undang-undang, telah diatur bahwa setiap gudang harus memiliki Tanda Daftar Gudang (TDG) sebagai bukti pendaftaran.

Namun, TDG hanya berfungsi sebagai bukti pendaftaran gudang untuk tempat penyimpanan barang, bukan izin untuk pengemasan ulang.

Jika pelaku usaha melanggar ketentuan ini, sanksi administratif yang dikenakan meliputi teguran atau peringatan tertulis, penutupan gudang, denda administratif, dan pencabutan perizinan berusaha.

Sanksi administratif ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 168 hingga 172 PP Nomor 29 Tahun 2021, adalah teguran atau peringatan tertulis yang dikenakan oleh Kementerian Perdagangan paling banyak dua kali, masing-masing untuk jangka waktu paling lama 14 hari kerja.

Jika pelanggaran tetap terjadi, gudang akan ditutup sampai pelaku usaha melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan.

Denda administratif dikenakan setelah jangka waktu 30 hari sejak penetapan pengenaan sanksi penarikan barang dari distribusi, izin sementara kegiatan usaha, atau penutupan gudang, dan pelaku usaha tidak melakukan perbaikan terhadap pelanggaran yang dilakukan.

Jika pelaku usaha tetap tidak melakukan perbaikan setelah jangka waktu pemberian sanksi denda, izin usaha akan dicabut.

Pelaku usaha dapat mengajukan perizinan berusaha kembali setelah jangka waktu lima tahun sejak penetapan pencabutan izin.

Namun, hingga saat ini, tidak ada sanksi apapun yang dikenakan terhadap Anyun. Tampaknya, Anyun tidak tersentuh oleh instansi terkait lantaran disinyalir telah melakukan “sistem koordinasi” yang kuat kepada oknum pejabat yang berwenang dengan memberikan setoran “cuan”.

Praktik ini menunjukkan adanya ketidakberesan dalam penegakan hukum dan pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha seperti Anyun.

Perlu ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan memberikan sanksi yang sesuai terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Anyun.

Jika tidak, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi pelaku usaha lain yang mungkin tergoda untuk melakukan pelanggaran serupa. Pemerintah harus memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan transparan, tanpa pandang bulu.

Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan praktik-praktik ilegal seperti yang dilakukan oleh Anyun.

Kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat dapat membantu mencegah terjadinya pelanggaran hukum yang merugikan konsumen dan merusak ketahanan pangan di Indonesia.

Ketahanan pangan adalah isu yang sangat penting bagi Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa komoditas strategis seperti beras dikelola dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelanggaran seperti yang dilakukan oleh Anyun harus ditindak tegas agar tidak merugikan konsumen dan mengganggu ketahanan pangan nasional.

Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bersatu dalam menjaga ketahanan pangan dan menegakkan hukum dengan adil dan transparan. (KBO Babel).

Share :