Gorontalo – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) –Gorontalo Corruption Wach (GCW) mengendus ada dugaan potensi korupsi pada penyaluran dana hibah tahun n anggaran 2019 sebesar 53 miliar di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo.

Koordinator GCW, Deswerd Zougira dalam keterangannya kepada awak media mengatakan, dugaan itu berupa terdapat perbedaan pencatatan yang diikuti dengan proses penyaluran belanja hibah yang tidak berdasarkan ketentuan.

Menurut dia, sesuai Perda No. 9 tahun 2019 tentang Perubahan APBD, terdapat realisasi belanja hibah sebesar 202 milyar rupiah. namun pada laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) ke BPK angka hibah itu berubah menjadi 255 milyar rupiah, sehingga ada selisih sebesar Rp 53 miliar.

“Sesuai dengan data yang diperoleh GCW, dana hibah itu digunakan untuk belanja hibah beasiswa (S1, S2, S3) sebesar Rp. 8,6 milyar. Sarana dan prasarana perikanan Rp. 11 milyar. benih padi hibrida Rp. 7 miliar, dan rumah layak huni Rp. 27 miliar,” ucap Deswerd saat ditemui di PN Kota Gorontalo, Kamis (19/5/2022).

Yang menjadi masalah, kata dia, penyaluran dana hibah dalam bentuk barang dan uang itu diduga tidak mengikuti Permendagri Nomor 13 tahun 2018 tentang Pemberian Hibah dan Bansos.

Permendagri menyebut hibah harus dimuat dalam peraturan kepala daerah (Pergub) dengan mencantumkan, nama penerima hibah (lembaga dalam masyarakat yang berbadan hukum, bukan individu), alamat, jenis dan nilai hibah serta kewajiban-kewajiban penerima hibah.

Lebih lanjut Deswerd mengatakan, Permendagri juga mengharuskan Pemda menerbitkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditanda tangani pemberi dan penerima hibah.

Perpres pengadaan barang dan jasa pun mewajibkan hibah dalam bentuk barang yang nilainya diatas 200 juta rupiah harus melalui proses lelang terlebih dahulu baru diserahkan ke penerima hibah. Sedangkan hibah beasiswa diberikan ke lembaga pendidikan, tidak langsung ke mahasiswa.

“Dalam kasus hibah 53 miliar rupiah itu GCW tidak menemukan dokumen berupa Pergub tentang Hibah, NPHD, dan informasi lelangnya. Sehingga itu timbul pertanyaan apakah hibah benar dilakukan,” tegasnya..

Selain itu kata dia, GCW juga menemukan data hibah kepada lembaga pemerintah sebesar Rp 7,5 milyar tetapi tidak menemukan bukti dokumen pendukung seperti disebut diatas. Sosok yang juga advokat ini mengungkapkan, sepanjang 2019 terjadi pergeseran anggaran sekitar sebelas kali.

“GCW berharap Pejabat Gubernur bisa meminta BPK untuk melakukan audit investigasi sehingga bisa diketahui kemana saja dana hibah milyaran rupiah itu mengalir sambil kami menyusun laporannya ke KPK’, tutup Deswerd.* man – jay

Share :