Gunungsitoli – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) – Eksploitasi berupa penimbunan dan galian dari pantai di sepanjang pinggir laut pesisir Kabupaten Gunungsitoli, semakin merajalela. Ini menimbulkan keresahan warga di sekitar bahkan banyak yang keberatan. Khususnya, warga nelayan yang tinggal di sekitar pesisir pantai Jl. Diponegoro, antara Km. 4-5, Desa Miga, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara.

Investigasi CBN, Rabu (15/6) mendapatkan penggalian perbukitan dan penimbunan pinggiran laut baru-baru ini. Kondisi di lapangan, kegiatan yang merusak alam itu sudah menjamur di wilayah Kota Gunungsitoli dan diduga oknum pelaku tidak mengantongi izin Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), sehingga diduga kuat pula kegiatan tersebut ilegal.

Sumber CBN menyebut, ekploitasi pinggiran pantai tersebut konon sudah lama. “Saat ini bahkan sudah ada pembangunan di atasnya,” ungkap salah satu warga sekitar kepada CBN.

Lanjutnya katanya, , penimbunan pinggir laut ini sangat mengganggu warga yang rumahnya berada di dekat pantai tersebut. Khususnya warga nelayan.

“Perusakan inj sangat berdampak pada ekosistem pantai dan terumbung karang yang ada di sepanjang lokasi tersebut,” tumpal sumber lain sembari berharap ada perhatian instansi terkait dan pemerintah daerah.

Hal senada juga di ucapkan warga yang enggan disebutkan namanya. Ia membeberkan, selama ini pengerja’an penimbunan atau yang biasa disebut reklamasi pantai tersebut sudah lama berlanjut dan diduga tidak memiliki izin.

“Kami mendesak pemerintah khususnya Pemerintah Kota Gunungsitoli dan instansi terkait, untuk segera memberhentikan kegiatan tersebut. Pelaku harus diberi sanksi tegas terhadap kejahatan lingkungan ini,” katanya.

Jika dibiarkan sebutnya lagi, maka dipastikan kondisi ini kian meluas dan makin merusak lingkungan dan ekosistem sekitar pantai dan laut.

“Kita berharap kepada pemerintah Daerah agar aktivitas penimbunan, l di Wilayah Kota Gunungsitoli — khususnya — di wilayah Desa Miga, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli agar dihentikan,” harapnya.

Dia kemudian menunjuk PERPRES No.122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil dan UU perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup,

“Jika kegiatan reklamasi tidak memiliki izin lingkungan atau menimbulkan kerusakan lingkungan dapat di pidana berdasarkan UU no 32 tahun 2019 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Ancaman pidananya 5 tahun penjara,” ungkapnya.

Meskipun dalam UU telah diatur tentang rekramasi pantai, namun tidak boleh merusak lingkungan atau biota laut seperti terumbu karang serta tidak bertentangan dengan rencana tata ruang atau zona yang sudah diatur dalam Perda tentang pengelolaan wilayah pesisir.* sl

Share :