laporan: jaya marhum

Ganda-ganda . Morut, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) – Hingga detik ini masyarakat Desa Ganda-ganda – Lambolo hingga ke batas Desa Tamainusi (Gunung Bangkele -red) dan sekitarnya, belum bangun dari mimpinya. Mimpi masyarakat yang dilalui poros jalan dan menjadi tanggung jawab provinsi, ingin mengakhiri kondisi ruas jelek yang selalu dikeluhkan itu untuk segera diaspal. “Kapan ruas sepanjang 15 Km dari batas Desa Ganda-ganda melewati Dusun Lambolo hingga ke batas Tamainusi (Gunung Bangkele) benar,-benar ditangani provinsi?,” ungkap Kades Ganda-ganda Haerudin Aziz kepada CBN baru-baru ini.

Seperti diketahui, jalan tanah berbatu yang ekstrem dan menjadi mirip arena “off road” — bila saat hujan tiba — memang sudah pernah ditangani “seadanya”. Tapi hanya ditimbun begitu saja. Tidak digilas Bomag. Hanya mengajarkan ke daratan tang lalu lalang menindisnya. Huuuu keterlaluan!

Beberapa waktu lalu memang tujuh perusaan tambang di wilayah yang dilewati poros itu, bersama-sama melalukan penimbungan. “Namun mau berapa lama ketahanan timbunan yang terdiri dari pasir, batu, kerikil dan tanah jika sudah diguyur hujan? Kini kondisinya mulai rusak di sana-sini pada beberapa titik,” ungkap salah satu warga masyarakat Dusun Lambolo kepada CBN.

Dalam catatan CBN, tujuh perusahaan yang melakukan pekerjaan penimbunan pada titik-titik tertentu ruas itu yakni PT. COR, MPR, SSP, SPS, Tri Nusa, Suryamindo dan PT Hoffmen Internasional.

Kesepakatan beberapa titik ruas itu ditimbun, bisa terjadi setelah Bupati Delis Julkarson Hehi, pihak DPRD Morut yang terdiri dari unsur pimpinan “bereaksi” atas klaim masyarakat bahwa ketujuh perusahaan yang paling banyak menggunakan jalan tersebut. Perusahaanlah yang berkontribusi buruk sebagai memakai jalan karena tidak membuat “koridor sendiri”. Untuk kepentingan pengangkutan matrial dan melakukan aktivitas lainnya, perusahan bagai “mengobok-obok jalan itu, me jadi kolak pisang saat musim penghujan tiba. Untuk “protes masyarakat”, sudah tak terhitung lagi dengan beragam bentuk aksi. Hingga menabam pisang dan bijit kelapa serta batang jagung di tengah jalan. Beberapa kali terjadi pemalangan dan penutupan akses jalan tersebut lantaran “merasa” keluhan-demi keluhan masyarakat dianggap seperti angin lalu yang sepele.

“Nah, beberapa bulan lampau berlalu. Jalan yang ketika itu hanya ditimbun pada lubang-lubang dan kubangan di beberapa titik, tidak bisa bertahan. Hujan telah menyapunya kembali. Timbunan sudah tergerus dan kembali menjadi lubang-lubang. Bahkan di beberapa titik, muncul batu-batu besar, menonjol, seperti di pendakian batas Desa Ganda-ganda dan Kolonedale, ibukota Kabupaten Morowali Utara (Morut), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng),” ungkap Haerudin Aziz yang mengatakan sudah melapor lisan ke Ombudsman Perwakilan Sulteng di Palu. “Ini saya lakukan karena masyarakat kembali mempertanyakan keseriusan provinsi menangani jalan yang menjadi keluhan semua pihak itu,” tambah Haerudin.

Menurut Haerudin, masyarakatnya masih bertanya-tanya kapan ruas jalan Ganda-ganda Lambolo diseriusi. “Sementara di tempat lain, jalan yang sudah diaspal, kembali diaspal lagi hingga aspalnya sudah berlapis-lapis. Tapi di sini, jalan kami — seperti teriakan masyarakat — satu centi meterpun belun merasakan bagaimana enaknya aspal,” ketus Haerudin.

Camat Petasia yang.membawahi desa yang dilalui ruas itu Novrianto Najamudin, SE menyatakan keprihatinnnya. Novri berharap, provinsi tidak membiarkan poros itu tidak ditangani. “Kasihan masyarakat saya, belasan tahun merasakan ketidak nyamanan dan mendongkol,” ungkap Camat Novranto.

Kadis PUPR Morut Destuber Matoori beberapa kali didatangi CBN di kantornya tidak berhasil bertemu. Kendati poros yang rusak di sejumlah titik itu bukan kewenangan kabupaten, ok. “Namun sebagai daerah yang dilintasi ruas, mungkin Destuber bisa memberikan sedikit komentar, sebagai tanda ada kepedulian. Apalagi posisinya selaku Kadis,” ungkap sumber. Dihubungi CBN via WA beberapa waktu lalu, Destuber juga tidak merespon. Hmmm.

Kadis Bina Marga Dan Tata Ruang (Bima Tarung) Sulteng Dr. H. Faidul Keteng, ST, M.Si, MT yang dikonfirmasi CBN Kamis (27/4) di teras ruangannya mengatakan nanti ia akan lihat lagi. “Soal ruas tersebut akan kita bicarakan dengan pihak perusahaan. Bagaimana sistem penanganannya yang baik. “Setelah itu baru kita memutuskan, langkah apa yang tepat untuk penanganannya. Akan kita panggil perusahaan-perusahaan di sana,” janji H. Faidul Keteng.

Kabid Jalan Jembatan Dinas Bima Tarung Sulteng Asbusianto, ST, M.Si yang mendampingi Kadis sebelum menghadiri rapat kepada CBN menjelaskan bahwa provinsi tidak lagi menganggarkan ruas Ganda-ganda – Lambolo – Tamainusi (batas Gunung Bangkele -red). Mengapa? Alasan Budi — sapaan akrab Asbudianto — kondisilah yang tidak memungkinkan jalan itu dibangun.

Pertama katanya, sebagus apapun jalan
dibuat, pastilah akan rusak bila dilewati kendaraan-kendaraan berat perusahaan. Kecuali pihak perusahaan membuat jalan sendiri sebagai koridor untuk mendukung aktivitas lapangan. Secara teknis, kontur tanah di sepanjang ruas tersebut kata Asbudianto, juga labil dan kadang-kadang ektrem. Apalagi jika turun hujan, alur air menjadi sulit dikendalikan. Sehingga belum bisa ditangani. Diperbaiki di sini, akan rusak di sana karena perusahaan tambang melakukan pdnggalian-penggalian. Begitu sebaliknya. Dibuat jembatanpun, airnya justru akan dialirkan perusahaan ke lain arah. Sungguh sulit!

Jadi sebut Budi, percuma saja. Maka bila dikerja, seperti membuang garam ke laut dan anggaran akan tersia-sia.

“Nah, partisipasi perusahaan tambang nikel yang ada disepanjang ruas itulah yang diharapkan untuk membantu membenahi ruas yang belum diaspal itu,” kata Asbudianto.

Di depan Kadis, Budi bercerita, bagi masyarakat umum pastilah akan ngeri dan menggerutu melewati ruas itu. Jalannya berbatu-batu dan saat hujan berubah mirip — sekali lagi — arena “off road”.Huuuu.* bagian kedua

Share :