screenshot 20240605 202432 1

(Part II)

Oleh : Elut Haikal

Menyoal ulasan Part I tentang pengunduran diri Dr. Donny Sulifan sebagai Direktur RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi, yang dilakukannya saat usai libur panjang Hari Raya Idul Fitri menjelang tiga hari masuk kembali aktifitas kerja seluruh kantor-kantor pemerintah & swasta termasuk RSUD.

Permohonan usulan pengunduran dirinya dilakukam oleh Dr. Donny Sulifan mengingat ada dua hal yang dihadapinya selama menjabat Direktur yaitu Faktor INTERNAL lingkungan kerja yang berhembus rumor akan ada demo seluruh Dokter Struktural untuk mogok pelayanan kerja dihari pertama karna dianggap akan menggangu pelayanan pada masyarakat umum dirumah sakit, ia mengambil langkah usulan itu.

Kemudian rumor dari dalam dirinya sendiri yang menjadi alasan kuat atas pengunduran dirinya karna sakit-sakitan, yang dihawatirkan tidak maksimal dalam mengelola RSUD kedepannya.

Dan faktor EKSTERNAL yang mendorong berbagai dugaan dengan tuduhan lain-lain yang harus berurusan dengan klarifikasi kepada fihak APH, yang juga belum terbukti kebenarannya. Serta dugaan tuduhan bukan PNS / ASN yang disebut tidak layak menduduki jabatan Dirut saat itu, karna minim nya informasi yang dipersyaratkan oleh Tim Panitia Pemkot yang dibentuk, sehingga menimbukan berbagai dugaan yang belum jelas kebenarannya.

Juga adanya isyu intern lainnya adalah terbitnya Peraturan Permenkes yang baru. Yaitu Permenkes no 36 thn 2023 tentang nomenklatur perangkat kerja daerah dan perangkat unit kerja daerah, yang mengaharuskan Dirut RSUD harus ASN / PNS sementara Dr. Donny Sulifan saat dangkat Direktur tahun 2023 Januari bukan seorang PNS/ ASN melainkan tenaga kerja kontrak sebagai dokter spesialis / honorer ini menjadi salah satu kehawatiran dari fihak pemkot juga tentunya.

Karena awal kronologisnya ia mengikuti penjaringan tahun 2022, menjadi Calon Direktur dari jalur Non ASN/PNS syarat dan ketentuan dari Penitia dengan Perwal sebagai rujukan payung hukum Yang memboleh kan Non ASN/PNS dapat menduduki sebagai Direktur di RSUD Pemkot Sukabumi.
Terlebih berpedoman pada landasan Permendagri no 72 thn 2018 saat itu di Permen ini jelas Non ASN dapat menjabat Direktur di tiap RSUD pemerintah yang Berstatus BLUD.

Artinya jika RSUD R Syamsudin ini Status nya BLUD = Badan Layanan Usaha Daerah & Bukan BLUD = Badan Layanan Unit Daerah atau UOBK, jelas yang orientasinya badan Layanan Usaha untuk peningkatan pendapatan RSUD Pemkot / Pemda yang bertujuan hasil dari pendapatan nya guna memaksimalkan srana dan prasana RSUD yang akan digunakan bagi pelayanan masyarakat itu sendiri,

Sehingga pada tiap kebutuhan anggaran tidak menjadi beban APBD Pemkot/Pemda adapun kelebihan dari pendapatan RSUD itu sendiri tidak dapat di Tetapi sayang saat itu baik Penitia dan Perwali tidak dirujuk kembali pada PP baru no 79 thn 2019 tentang yang merubah jabatan Dirut dtiap RSUD Pemirintah kembali harus dari ASN/ PNS.

Wajar jika dr Donny dan Calon yang lain nya akan alami kerugian yang sama baik karir / Profesi, mental dan sosial akan terganggu sebagai hak profesi juga pada pejabat lain nya distruktural RSUD yang Eslon nya memenuhi syarat, dengan sistem penjaringan CADIR yang ditetapkan panitia sebagai syarat² nya untuk penerimaan Calon Dirut (CADIR) saat itu. Pemkot Sukabumi dengan Sistem & kebijakan Kepala Daerah dan Penitia, jelas tidak mengikuti aturan PP yang Permendagri no 72 thn 2018, saat itu terkesan dipaksakan yang berujung siapun yang jadi dirut yang terpilih akan menjadi korban kebijakan.

Namun ada pertanyaan dimana selama ini peran & keberadaan APIP ( Aparat Pengawas Internal Pemerintah) ? Padahal jelas adanya Tambahan perubahani PP no 79 thn 2019, adalah penyempurnaan dari PP, Permen, sebelum nya tentang Fungsi APIP, khusus nya Inspektorat yang harus dilabat kan dalam pengawasan pada pengelolaan RSUD.
Yang berkedudukan Independen mengingat banyak terjadi kasus² yang ada.

Dimana dalam memberi laporan ITWIL tidak lagi ke Walikota tetapi langsung ke Pemprov dan ke Kemendagri untuk menjaga Netralitas.
Namun yang ada seperti tidak dilibatkan dan tidak berpungsi sama sekali tentu hal ini, melabrak & tidak menjalan kan aturan baru PP no 79 thn 2019 yang tidak di patuhi & keluar dari perintah pelaksanaan yang harus diterapkan saat itu setelah diberlakukan thn 2020.tetapi yang terjadi sampe saat ini masih alan ditempat.

Sementara rumor adanya aduan masyarakat terhadap Dirut sebatas Hoax atau tanpa bukti ?
Tetapi saat terjadi Klarifikasi menghadap Yang berwajib masalah dugaan hukum, apa ketika itu Dr Doni, diberi pendampingan perlindungan Hukum oleh pemkot ? Artinya bukan oleh Fihak RSUD , tapi oleh pemkot masa setingkat Pegawai RSUD saja ada tapi Dirut tidak ada ?

Mengingat bahwa kedudukan Dirut adalah bagian nomanklatur dari perangkat Unit Kerja Daerah dibawah Pemkot
Sehingga apapun yang terjadi PJ walikota dapat mengetahui akan informasi apa yang tkeadaan sebelumnya tentang seluk beluk Dirut.
Wajar jika saat usulan pengunduran dirinya. Kenapa tidak ada kesempatan HAK Jawab ??.

Dan tidak juga ada pertimbangan akan tugas yang telah dikerjakan selama menjadi Diirut RSUD, Dan dimana peran fungsi dan tugas APIP husus ITWIL seperti tidak ada, harusnya PJ tau apa saja kendala yang dihadapi dan yang telah dicapai dalam kinerja dirut itu selama menjabat.
Jangam terkesan ada penilaian sudah Negatif terlebibih dahulu bahkan seolah divonis ?

Bagaimana tidak janggal dengan Jeda waktu yang singkat hanya dalam hitungan hari dari ajuan pengunduran dirinya, langsung keluar putusan Pergantian Dirut dgn menunjuk PLT yang di angkat PJ, yaitu Kepala Dinas Kesehatan
apa ini tidak Rancu atau menyalahi aturan dari Mekanisme yang ada, terlihat selain terburu buru juga terkesan paksakan lagi.

Padahal jelas didalam perwal no 116 tgl 31 Des5 thn 2021, pada Paragraf 2 Pasal 8 ayat (1) & (2). tentang mekanisme Dirut berhalangan baik sementara \ permanen, harus setingkat dibawah Dirut, atau setara jika mengacu ke PP no 79 thn 2019, yaitu dari eslon III.b untuk RSUD kelas B dan berpengalaman minimal 2 – 3 thn dibidang Administrasi kebidanan atau Dr. Spesialis Kuhus otomatis yaitu para Wadir Struktural.

Kenapa malah Kepala Dinas Kesehatan diatas setingkat nya ?
Jadi apa, dasar payung hukum nya yang dipake oleh PJ Walikota Kusmana dalam -mengangkat Dirut PLT baru ? Kalau bukan dari Perwal sebagai turunan UU, Permen dan PP.
Berarti hal ini telah terjadi dua (2) kali putusan & kebijkan yang tidak tepat aturan & mekanisme nya

Pertama terjadi kelalaian fatal dengan yang di persyaratkan Panitia otomatis penetapan calon Dirut dan pengukuhan nya pun sepintas tak bermasalah dan tak cacad aturan, padahal jalas keluar dari rel nya.
Kedua PJ walikota menerima Keputusan pengunduran dirinya dengan mengangkat PLT baru dari Kepala Dinas Kesehatan, yang nota bone setingkat lebih tinggi diatas jabatan Dirut.??

Share :