Palu, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN) – Terasa tidaklah adil jika provinsi selalu dituding sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab, soal ruas provinsi dari Kolonedale ke Tayawa. Sementara perusahaanlah mengecap “manisnya” mengekploitasi hasil nikel dari “perut” wilayah Dusun Lambolo, Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia hingga batas Gunung Bangkele dan sekitarnya. “Yang selalu “dituding” kan hanya provinsi dan telunjuk mengarah ke Dinas Bina Marga – Tata Ruang (Bima Tarung) Sulteng. Itu berat sebelah.”

Demikian CBN menghimpun berbagai tanggapan yang mengaku melihat persoalan ini secara objektif. Bahwa jalan Lambolo yang selama ini diketahui luas menjadi tanggung jawab provinsi, juga dimanfaatkan sebesar-besarnya pihak lain yang berkepentingan, yakni perusahaan. “Maka, minta juga tanggung jawab dari perusahaan yang sudah suntuk mengekploitasi hasil nikel “didalam kandungan” Ganda-ganda, Lambolo hingga batas Gunung Bangkele. Tapi nampak, tidak memikirkan kerusakan jalan yang diakibatkan keprasan ratusan alat berat yang dipakai perusahan-perusahaan itu siang malan. Bayangkan, kerja perusahaan hari-hari menggali nikel di sana boss. Minta tanggung jawab mereka juga,” salah satu kalangan itu menyampaikan uneg-unegnya kepada CBN.

img 20230519 135223 834
“Tidak elok hanya menyalahkan provinsi”.

Kata kalangan itu, yang dipersoalkan terutama pada titik sepanjang kurang lebih 15 Km dan selalu menjadi topik, sorotan, bahkan “momok” para pengguna dan pelintas di ruas tersebut. Terutama jika habis turun hujan, minta ampuuuuun. Ruas Lambolo selalu menjadi “pokok bahasan”. Ya, itu dia. di batas Desa Ganda-ganda – Dusun Lambolo hingga ke tepi Gunung Bangkele, akan parah dan berubah jadi “bubur berbatu-batu”. Jalan “sepotong” itu selalu mencuat dan sudah berkali-kali tayang di pemberitaan. Hingga julukan “Jalan Kubangan Lumpur’, Medan Garang” atau “Arena Off Road”, menjadi cap sepanjang 15 Km ruas itu. Sementara — dan kenyataannya — setiap saat, aktivitas perusahaan tambang dengan deretan armadanya yang besar-besar, hampir tidak pernah “tidur” mengepras potensi nikel di sana.

Perusahaan-perusaan di situlah dinilai kalangan — sekali lagi — yang menggunakan ruas tersebut untuk sebesar-besarnya demi kepentingan sepihak. Perusahaan melakukan kegiatan hauling dari bukit melintasi badan jalan mengangkut “ore”, menurun menuju jetty di tepi laut. Ore adalah bahan baku untuk diolah menjadi beberapa jenis nikel. Seperti feronikel yang digunakan untuk membuat baja anti karat.
Mari bicara fakta! “Perusahaanlah perusak utama jalan di Ganda-ganda dan Lambolo,” tambah sumber CBN di Desa Ganda.

screenshot 20230619 083627 1
“Ini bicara fakta”.

Bagaimana tanggapan provinsi? CBN yang berusaha meminta komentar Kadis Bina Marga dan Tata Ruang (Bima Tarung) Provinsi Sulteng, Dr. H. Faidul Keteng, ST, M.Si, MT kali ini, namun hanya berhasil menemui Kabid Jalan dan Jembatan Sulteng Asbudianto, ST, M.Si.

Sedikit hampir senada, Kabid Jalan dan Jembatan Dinas Bima Tarung Provinsi Sulteng Sulteng Asbudianto, ST, M.Si kepada CBN baru-baru ini menyampaikan klarifikasinya.

Menurut Budi — panggilan akrab Asbudianto — mestinya pikiran dan mata menyatu melihat kondisi di lapangan bahwa di ruas sepanjang 15 Km tersebut, paling banyak digunakan sejumlah perusaan yang berada di wilayah Desa Ganda-ganda, terutama berapa dusun di Lambolo hingga berakhir sampai ke dekat Gunung Bangkele.

Kegiatan peningkatan jalan dan pemeliharaan di ruas itu kata Budi, disebabkan karena banyaknya aktivitas tambang yang sangat berakibat merusak jalan.

img 20230519 140059 735
“Sebagus apapun jalan yang dibuat akan tetap rusak dilintasi alat berat yang tidak sesuai tonase.”

Jika dilakukan penanganan, itu sama dengan membuang garam ke laut. Sebab hari ini diperbaiki, tak Kana kemudian macam-macam alat berat — paling banyak dump untuk hauling — akan lewat diatas jalan. Akhirnya, umur rencana jalan yang direncanakan, menjadi tidak sesuai. Misalnya direncanakan tiga atau lima tahun, menjadi tidak tercapai. “Mungkin saja bisa hanya satu tahun jalan akan rusak lagi. Karena kendaraan yang harusnya tidak melewati jalan karena tonase yang berat yang melakukan hauling melewati jalan itu. Kendaraan yang melintas sangat tidak sesuai tonase,” ungkap Asbudianto.

CBN sudah berusaha mencoba mengkonfirmasikan persoalan ini. Sudah pernah lalu ke PT. Central Omega Resources Tbk

(COR) dan beberapa perusahaan. Namun sulitnya menembus manajemen. Betul betul suliiit. Sabgat suliiiiit. Saat melapor ke Satpam dan giliran diterusjan dalam, jangan harap jawabannya bisa. “Maaf pak, manajemen masih rapat. Belum bisa,” kata Satpam dengan enteng. Ok lah.

img 20230519 135225 154
“Jika dianggarkan, hanya seperti membuang garam ke laut. Hari ini diperbaiki di sini, Maka besok di sana akan rusak lagi dan akan begitu seterusnya.”

Upaya Pemda Morut sudah berkali-kali mencoba membuka dan meminta ruang. Kepedulian perusahaan membenahi ruas jalan tersebut, sempat hanya melahirkan kesepakatan untuk menimbun titik-titik yang parah, bahkan juga baru-baru ini. Namun timbunan yang tidak digreder pada posisi pendakian dan penurunan, justru saat hujan memunculkan sembulan batu-batu. Lubang-lubang berkubang lumpur pada menganga di sana-sini, masyaallah!

Negosiasi yang digagas Bupati Morut Delis Julkarson Hehi.dan Dinas terkait — melibatkan unsur Ketua dan Anggota DPRD Morut, Camat hingga Kades setempat — ya, cuma manghasilkan timbunan berbatu yang tidak diratakan itu. Jalan tanah tergali-gali plus tonjolan batu-batu, hanya cocok dilintasi kendaratan 4X4 double (dobel) gardan dan “para off roader.” Itu!* jay – bersambung

Share :