img 20240430 171141 447

Foto atas dan bawah : Direktur LBH Garda Keadilan Nusantara (GKN) Sulteng

img 20240430 172910 620
img 202

Palu, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN)Berbagai kalangan saat ini terus mendesak pemerintah untuk pengevaluasi kembali pemberian ruang eksploitasi dan eksistensi puluhan perusahaan tambang Galian C di wilayah Kota Palu dan Donggala Sulawesi Tengah (Sulteng). Mengapa sorotan ini muncul? Sebab keberadaan tambang Galian C di Palu dan Donggala, justru kini telah membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kendati dari sisi income untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini untuk Kota Palu dan Donggala cukup besar, namun berbenturan dengan dampak yang besar dan masif.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Garda Keadilan Nusantara (GKN) Sulawesi Tengah (Sulteng) Aceng Lahay mengatakan, genderang kritikan terhadap aktivitas ekploitasi “emas abu-abu” atau galian C, sudah saatnya ditabuh. “Tutup saja, dan kita akan demo terus sampai mata semua orang terbuka bahwa tambang Galian C menyimpan banyak bom waktu dan bencana buat masyarakat atas dampak lingkungan dan kesehatan. Bom ini mulai mengeluarkan letupan-letupan,” tegas Aceng pada CBN, Jumat (28/6/2024).

Aktivitas pertambangan galian C di pesisir Palu-Donggala katanya, tidak hanya membawa dampak buruk bagi para petani di Salena, Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi dan daerah lingkar tambang Palu dan Dinggala — seperti yang sudah disuarakan sebelumnya — tetapi juga ancanan ini juga tak terasa sudah menimpa orang yang melintasi sepanjang wilayah Palu, Donggala, Pantai Barat Donggala dan sebaliknya. Ya, lantaran polusi debunya yang halus, tidak nampak tapi terhirup ke paru-paru.

“Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Galian C adalah kewenangan penuh Pemerintah Propinsi, dengan segala pertimbangan teknis sesuai dengan regulasi yang ada, tapi kini saatnya untuk ditinjau kembali. Perusahaan yang sudah mencemari lingkungan dan kesehatan, tutup saja,” tegas Aceng Lahay.

Debu yang beterbangan dari aktivitas penambangan juga mencemari kebun jagung dan kemiri. Telah mengancam gagal panen dan kesehatan petaninya buruk.

Seperti ungkapan Rota — seorang petani muda di Salena, mengungkapkan kekhawatirannya. “Debu ini sangat berbahaya. Bukan hanya penyakit yang kami khawatirkan, tapi juga gagal panen yang bisa mengancam mata pencaharian kami,” ujarnya baru-baru ini.

Menurut Rota — seperti yang ia utarakan ke Kareba Sulteng baru-baru ini — debu telah mengganggu panen kemiri di Salena. “Dulu, kami bisa panen kemiri setiap minggu. Tapi sekarang setelah perusahaan tambang beroperasi, banyak kemiri kami yang gagal panen karena debu,” jelas Rota.

Rota kemudian mendesak pemerintah dan perusahaan tambang untuk mengambil langkah tegas mengatasi masalah ini. “Kami mohon agar dicarikan solusi yang baik untuk mengatasi masalah debu ini,” harapnya.

Keluhan Rota diamini oleh Koalisi Petisi Palu-Donggala. Mereka meminta pemerintah untuk meninjau kembali izin usaha pertambangan di wilayah tersebut dan memastikan penerapan aturan yang ketat terkait pencemaran lingkungan.dan.dampak buruknya.

Dampak debu galian C tidak hanya dirasakan oleh para petani di Salena lanjut Rota, tetapi juga masyarakat di sekitarnya. Debu yang beterbangan dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan mengganggu kesehatan masyarakat — seperti juga juga sudah dipapar Aceng Lahay — diawal.

Pemerintah sambung Rota, perlu mengambil tindakan tegas untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif pertambangan galian C.

Bahwa, diperlukan regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif untuk memastikan bahwa aktivitas pertambangan, dilakukan dengan bertanggung jawab. Tidak membahayakan masyarakat dan dampak lingkungan.

Kembali ke Aceng.
Selaku pemerhati ia menyayangkan proses kegiatan pertambangan yang telah merugikan masyarakat sekitar daerah tambang. Bukan hanya berdampak pada tanaman, tapi akan bermuara pada kesehatan manusia yang lalu lalang antara Palu Donggala dan sebaliknya. Dampak dari abu batu akan merusak tanaman dan baru-paru hingga — sekali lagi — menyebabkan penyakit Tuber Colosus (TBC) . Yang pasti, ISPA atau infeksi saluran pernapasan atas, adalah bukti riil itu. Juga, saat abu batu melengket di dedaunan tanaman, sangat berdampak atas hasil panen yang tadinya melimpah, menjadi sedikit. “Ini perlu dipertanyakan dan dikritltisi abis,” kritik Aceng, soal keluarnya izin dari Pemda terkait pengelolaan tambang galian C di Palu dan Donggala. Tentu tidak lepas dari regulasi. Jika ada potensi ancanan lingkungan, mengapa AMDAL atau atau analisis mengenai dampak lingkungan dikeluarkan pemerintah? “Ini kan kontradiktif,” tutur Aceng Lahay, yang banyak turun menyuarakan keadilan dan hak-hak masyarakat.

Kegiatan penambangan tambah Aceng tidak dilarang, tapi ada regulasi yang wajib dipenuhi dan jangan berdampak luas dan merugikan masyarakat.

Yang pasti, dirinya tukas Aceng, akan turun langsung ke lapangan untuk membuktikan kebenaran dari informasi masyarakat terkait keluhan-keluhan ini. Kalau terbukti, maka ia akan melakukan aksi atau demo. Mendesak pemerintah agar memperhatikan hal-hal yang berkaitan penyelamatan lingkungan dan masyarakat sekitar lingkar tambang. Baik di wilayah Palu maupun Donggala. “Perbaiki tata kelola perizinan lanjutannya, serta minimalisasi dampak kerusakan lingkungan serta kesehatan yang ditumbulkannya,” tekan Aceng Lahay.* jay

Share :