img 20240702 wa0033

CBN, BelitungSengketa hukum antara PT. Trisandi Putra Pratama (TPP) dengan sejumlah pihak kini berada di tahap akhir persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpandan. Perkara ini menjadi pusat perhatian publik, mengingat PT. TPP adalah pengembang perumahan yang proyeknya melibatkan nasib ratusan konsumen di Billiton Regency, Desa Air Rayak, Tanjungpandan. Hingga saat ini, konsumen masih belum menerima sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan yang dijanjikan. Ironisnya, sertifikat tersebut kabarnya telah dikuasai oleh perusahaan lain, bukan oleh PT. TPP. Senin (1/7/2024)

“Ini jelas sangat merugikan perusahaan kami,” ungkap Ghewa Augustian, Komisaris PT. Trisandi Putra Pratama, dalam wawancaranya dengan jejaring media KBO Babel.

Ghewa menekankan bahwa sertifikat yang dijanjikan kepada konsumen adalah hak mereka yang sah dan harus segera diserahkan.

Persidangan ini telah mengungkap berbagai fakta mengejutkan, mulai dari ancaman dari pihak tergugat hingga munculnya surat atau dokumen palsu.

Siban, kuasa hukum PT. TPP, menjelaskan bahwa mereka telah melayangkan surat permohonan sita jaminan kepada majelis hakim.

“Permohonan ini diajukan karena kami khawatir belasan surat berharga berupa pecahan sertifikat akan disalahgunakan, digadaikan, atau dialihkan ke pihak lain,” jelas Siban.

Permohonan sita jaminan tersebut, menurut Siban, seharusnya diajukan sebelum sidang pembuktian dan keterangan saksi-saksi.

“Kami tidak tahu surat-surat mana yang akan dimohonkan untuk disita, sehingga ini bisa menimbulkan masalah baru,”lanjutnya.

Namun, Siban optimis bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan menjadi pertimbangan penting bagi majelis hakim.

“Jadwal yang diberikan oleh majelis hakim hari ini juga untuk menghadirkan bukti-bukti tambahan yang sudah kami persiapkan,” tambahnya.

Di tengah persidangan yang penuh ketegangan ini, muncul laporan dari salah satu media online mengenai intervensi dari pihak pengacara tergugat yang meminta penghapusan berita terkait jalannya persidangan.

Tindakan ini dinilai sebagai bentuk arogansi yang melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Menurut Pasal 1 angka 12 juncto Pasal 5 ayat (2) UU 40/1999, pers wajib melayani hak jawab, yakni hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baik mereka.

Menurut ketentuan UU Pers, apabila ada keberatan terhadap sebuah pemberitaan, seharusnya pihak yang merasa dirugikan menggunakan hak jawab, bukan mengancam atau melakukan intervensi untuk menghapus berita tersebut.

“Tindakan semacam ini bisa dikategorikan sebagai intervensi dan ancaman yang tidak dibenarkan dalam UU Pers. Jika tidak puas, pihak yang dirugikan bisa melakukan somasi terhadap media tersebut,” tegas Siban.

Kebebasan pers, seperti yang tercantum dalam konsiderans UU Nomor 40 Tahun 1999, adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur penting dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi atau hak jawab resmi dari pihak yang sebelumnya meminta penghapusan berita.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena tidak hanya menyangkut kepentingan PT. TPP, tetapi juga nasib ratusan konsumen yang masih menanti kepastian legalitas kepemilikan rumah mereka. Dengan adanya permohonan sita jaminan ini, PT. TPP berharap keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak konsumen dapat terlindungi.

Kini, semua mata tertuju pada majelis hakim yang akan memutuskan langkah selanjutnya dalam kasus yang penuh liku ini.

Seiring berjalannya waktu, ketegangan semakin meningkat. Para konsumen yang tergabung dalam asosiasi pemilik rumah Billiton Regency berharap bahwa keputusan pengadilan akan segera memberikan kejelasan dan keadilan bagi mereka.

“Kami hanya ingin hak kami dipenuhi. Kami sudah menunggu terlalu lama,” ujar salah satu konsumen yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi PT. TPP dan para konsumen, tetapi juga bagi sistem peradilan Indonesia dalam menangani sengketa properti yang rumit dan penuh intrik.

Dalam beberapa minggu ke depan, keputusan majelis hakim akan menjadi penentu bagi nasib ratusan konsumen dan masa depan PT. Trisandi Putra Pratama. (KBO Babel)

Share :