1705052872104

CBN, PangkalpinangBelum lama ini, Belitung diguncang oleh skandal korupsi yang melibatkan nama mantan Bupati Belitung, Sahani Saleh alias Sanem. Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Pangkalpinang pada Kamis (11/1) mengungkap sejumlah fakta mengejutkan terkait keterlibatan Sanem dalam dugaan korupsi Pelabuhan Tanjung Batu. Dalam persidangan yang berlangsung, Sanem mengakui pernah meminjam uang sebesar Rp100 juta dari Iskandar Rosul, terdakwa kasus korupsi Pelabuhan Tanjung Batu, Jumat (12/1/2024).

Uang yang dipinjam oleh Sanem ini seharusnya digunakan untuk membayar utang kampanye yang terjadi saat Pemilihan Bupati Belitung tahun 2018 lalu. Namun, kejanggalan muncul ketika terungkap bahwa uang tersebut sebenarnya berasal dari perusahaan PT Tanjung Batu Belitong Indonesia (PTBBI), yang memperuncing kompleksitas kasus ini. Fakta ini mencuat saat Sanem menjadi saksi dalam persidangan yang diketuai oleh hakim Irwan Munir.

Awalnya, hakim ketua Irwan Munir menanyakan apakah Sanem pernah memerintahkan Iskandar Rosul untuk membayar utang pribadinya kepada pihak lain. Sanem, dengan langkah yang jarang dilakukan oleh saksi korupsi, dengan jujur mengakui bahwa ia meminta Iskandar membayar utangnya sebesar Rp100 juta. Namun, ironisnya, Sanem tidak mengetahui bahwa uang yang digunakan Iskandar berasal dari PTBBI.

Dalam jawaban yang terungkap secara dramatis, Sanem mengakui bahwa uang tersebut seharusnya tidak boleh berasal dari perusahaan dan menggunakan uang perusahaan untuk membayar utang pribadi adalah tindakan yang tidak diperbolehkan. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang moralitas dan etika dalam praktek politik, di mana pemimpin daerah terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan keuangan perusahaan milik negara.

Sanem terus menjelaskan bahwa utang tersebut sebenarnya adalah hasil dari biaya kampanye saat Pilbup Belitung tahun 2018. Ia menyatakan bahwa selama kampanye tersebut, ia mengeluarkan dana sebesar Rp1 miliar. Uang utang tersebut, menurut Sanem, merupakan bagian dari total biaya kampanye yang ia keluarkan. Ternyata, uang utang tersebut berasal dari pinjaman yang diberikan oleh seseorang bernama Beni.

Namun, plot semakin tebal ketika Sanem mengungkap bahwa selain utang kampanye, ia pernah menerima pinjaman uang sebesar Rp388 juta dari Iskandar Rosul. Pinjaman tersebut diserahkan dalam tiga tahap, dengan total uang yang diberikan mencapai Rp488 juta. Sanem menegaskan bahwa uang pinjaman tersebut tidak pernah ia gunakan, dan ia berkilah bahwa pinjaman itu diberikan tanpa inisiatif dari dirinya.

Sidang ini tidak hanya mencuatkan persoalan korupsi, tetapi juga mengungkapkan praktek politik yang mungkin tidak etis, di mana tokoh-tokoh politik dapat terlibat dalam transaksi finansial yang membingungkan dan menyusahkan. Hal ini menunjukkan perlunya perubahan dalam etika politik dan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap praktek korupsi di tingkat lokal.

Terkait pernyataan Sanem yang beberapa kali menggunakan kata “demi Allah” saat memberikan kesaksian, hal ini menarik perhatian hakim ketua Irwan Munir. Hakim menegur Sanem dan menekankan pentingnya mencari kebenaran dalam persidangan. Pernyataan Sanem ini menciptakan nuansa dramatis di dalam ruang sidang, menciptakan ketegangan dan kebingungan di antara para penonton.

Namun, sorotan utama sidang ini adalah permohonan maaf yang dilontarkan oleh Iskandar Rosul, terdakwa dalam kasus ini. Iskandar tidak hanya tidak keberatan dengan kesaksian Sanem, tetapi justru memohon maaf kepada Sanem. Ia mengakui kesalahan yang terjadi dan menyatakan bahwa perjuangan mereka sebenarnya adalah untuk membangun.

Setelah memohon maaf kepada Sanem, majelis hakim juga bertanya kepada Iskandar kepada siapa ia memohon maaf. Iskandar menjawab bahwa ia memohon maaf kepada negara, khususnya. Ini menunjukkan bahwa Iskandar merasa bertanggung jawab tidak hanya kepada individu yang terlibat, tetapi juga kepada seluruh masyarakat dan pemerintah.

Penting untuk dicatat bahwa kasus ini merupakan hasil dari pelimpahan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Belitung. Iskandar Rosul dan Yudi Hartono, terdakwa dalam kasus ini, dihadirkan di muka persidangan dengan dakwaan berlapis. Keduanya diduga melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Belitung menyebutkan bahwa kedua terdakwa diduga menyalahgunakan anggaran penyertaan modal dari Pemkab Belitung sebesar Rp5 miliar dan juga dana dari pihak swasta sebesar Rp250 juta. Kerugian keuangan negara akibat perbuatan mereka mencapai angka yang mencengangkan, yaitu Rp1.285.902.356, seperti yang diungkapkan oleh Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sidang selanjutnya dijadwalkan untuk pemeriksaan saksi, menandai awal dari proses hukum yang panjang untuk mengungkap kebenaran di balik skandal korupsi yang merugikan negara. Dalam skenario yang sem

akin melibatkan jaringan utang kampanye, pinjaman uang, dan pelanggaran hukum yang lebih dalam, sidang ini berpotensi menjadi sorotan nasional yang memperkuat tuntutan akan reformasi sistem hukum dan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan di Indonesia.

( redcbn)

 

(Sumber : KBO Babel )

Share :