img 20240607 114235 546

Foto atas : Para penyintas “Hutan Kota Palu” bersama pemerhati – Ketua LBH Garda Keadilan Nusantara (GKN) Sulawesi Tengah (Sukteng) – Aceng Lahay (tengah).
Bawah : Sri Tini Haris

img 20240607 113318 908
Mana walikota? Hallo, bupati-bupati, mengapa wargamu dibiarkan tak diurus. Dimana kalian?

Palu, Sulteng – Cakrabhayangkaranews.com (CBN)Ada sejumlah daerah di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang ketika terjadi bencana gempa, tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018, kini menyisakan cerita duka, miris dan nestapa. Mereka adalah para penyintas warga Palu, Sigi dan Donggala, yang tenar dengan sebutan Pasigala. Seperti baru-baru ini disambangi CBN di seputar Hutan Kota, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Kota dan kabupaten yang terimbas ketika terjadi gempa, tsunami dan likuifaksi, ya Pasigala itu. Pasigala ketika itu, “mandi kuyup” dengan bantuan dari arah mana saja. Tidak hanya kucuran dana APBN, bahkan triliunan bantuan negara-negara luar yang bersimpati dan berdonasi. Kabupaten lain seperti Sigi dan Donggala misalnya, adalah daerah-daerah yang “basah” menerima bantuan. Sekali lagi, jumlah bantuan itu triliunan. Kini, mengapa persoalan penyintas dan Hunian Tetap (Huntap) belum berkesudahan? Inilah yang harus disingkap. Buka dengan jelas, agar diketahui masyarakat.

Pertanyaannya sekarang? Mengapa — sekali lagi — masih banyak penyintas yang terlunta-lunta di hunian sementara (red – Huntara) dan juga tidak terhingga mereka tersebar di luar-luar Huntara tanpa ada yang mau peduli, dibiarkan bagai ayam kehilangan induk? Mana walikotanya? Hallo, bupati-bupatinya, mengapa wargamu dibiarkan tak diurus. Dimana kalian?

img 20240607 112219 722
Kartu Keluarga Sejahtera dari Pemerintah yang ia pegang, tidak banyak bisa diharap “mensejahterakan”.

Sri Tini Harus atau Tini 50, adalah — salah satu — saksi penyintas yang selama ini menyimpan cerita “duka” bahkan hampir tidak perhah ada gambaran “suka” yang ia rasakan bersama ratusan penyintas lainnya terdiri dari orang dewasa, remaja dan juga anak-anak. Mereka dengan segala kepapaan masih bertahan di sana dengan kondisi minus. “Ini kami pak. Yang tidak pernah ditengok. Jangankan walikota, camat bahkan lurah hampir tidak pernah mau datang. Begitu juga kabar teman-teman di kabupaten lain. Di Sibalaya, di Sigi juga di di wilayah Donggala, Pantai Barat dan Timur. Bahkan tidak sedikit penyintas yang berada di luar Sulteng dengan nasib yang tentulah “tidak baik-baik saja. “Mana walikota atau bupatinya yang sudi menengoki,” kata Sri Tini kepada CBN.

Lucunya, sebelum jadi walikota dan bupati ungkap Sri Tini, para incumbent selalu datang berbaur dengan kaum penyintas. “Sekarang semua memori lama yang indah, sudah dilupakan dan hilang ditelan bumi. Kami menang terlupakan pak. Biasanya bapak-bapak itu akan muncul dekat-dekat Pemilukada atau Pemilu Legislatif,” cerita Tini sambil mengelus dadanya dengan napas turun naik, bagai menahan emosi.

img 20240607 113255 804
Tidak pernah ada pimpinan daerah yang datang dan kemudian bertanya, “Kalian hari ini sudah makan atau belum. Terus untuk besok, masih adakah makanan?”

Kata Tini Haris, tidak pernah ada pimpinan daerah yang datang dan kemudian bertanya, “Kalian hari ini sudah makan atau belum. Terus untuk besok, masih adakah makanan?” Tini dengan mata berkaca-kaca membeber, tentang dirinya dan ribuan penyintas yang kini luntang-lantung, dengan kerja serabutan. Bahkan pekerjaan — yang penting halal tak mencuri — mereka lakoni. Seperti menjadi pengumpul plastik di lokasi-lokasi sampah, sudah menjadi santapan sehari-hari. “Kami mengais barang-barang yang bisa bernilai ekonomi, yang penting masih bisa untuk makan dan mempertahankan hidup bersama anak-anak, mantu, cucu dan keluarga lain,” kata Sri

Kini sebut Tini banyak pimpinan daerah — ada incumbent — yang mau maju di Pilkada serentak. Baik Pilkadagub, Pilkadabub dan Pilwalkot. “Ya, mereka sudah melupakan kami pak,” kata Tini. Tini berkali-kali menyebut, “Mana walikota, bupati dan juga dimana anggota DPRD kota, DPRD kabupaten dan bupati-bupatinya. Hadirkan mereka,” tutur Tini dengan suara lantang sambil menambahkan, ia sudah banyak mengampanyekan suara penyintas, tapi tetap masih tidak ada perhatian yang diharapkan. Kartu Keluarga Sejahtera dari Pemerintah yang ia pegang, tidak banyak bisa diharap “mensejahterakan”.

Kepada CBN, satu sumber menyebut bahwa memang perlu dibuka kembali dana bantuan bencana Pasigala. Sebab, masih ribuan penyintas yang terlunta-lunta di sejumlah huntara bahkan ada yang di luar huntara, dengan kondisi memprihatinkan. Mereka ada yang mengaku selama enam tahun, tidak pernah ditengok pemerintah. Kalaupun ada bantuan, itupun tidak merata. “Bahkan ada oknum yang memanfaatkan keberadaan mereka sebagai penyintas, dengan melobi bantuan beras misalnya. Tetapi beras 50 karung dari pihak yang membantu, hanya 5 karung yang tiba dan dibagi-bagi. “Tolong dicatat. Terlalu banyak oknum yang memanfaatkan keberadaan mereka,” ungkap sumber CBN di lokasi.

img 20240607 113558 406
“Kami juga manusia, tapi tidak dimanusiakan.”

Persoalan sekarang adalah, rata-rata incumbent akan maju mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2024. “Sementara kami yang menjadi tanggung jawab bapak-bapak incumbent, sudah dilupakan. Kami juga manusia, tapi tidak dimanusiakan,” tutur Tini.

Saat disambangi CBN di lokasi huntara, Tini didampingi teman-teman sesama penghuni huntara Taman Kota. Ketika ditanya bapak dan ibu di sini pernah dapat bantuan? Hampir tidak pernah, kata mereka. Kalaupun ada bisa dihitung jari. Bantuan yang datang malah dimanfaatkan oknum-oknum tertentu yang mengkomesilkan keberadaan mereka.. “Pernah ada bantuan yang dibawa oknum Ras, tapi malah dia yang mengambil banyak. Kami cuma dapat sedikit. Saya bisa tunjukkan oknumnya,” ungkap Tini.

img 20240607 113611 644
“Mana itu triliunan dana bantuan Pasigala?”

Sumber menambahkan, saat ini incumbent tengah bersiap-siap maju. Sementara ribuan penyintas masih terlunta-lunta. “Mana itu triliunan dana bantuan Pasigala. Saat ini ungkap kembali. Jangan incumbent enak-enak maju, sementara triliunan dana bantuan Pasigala sudah tidak pernah disinggung-singgung lagi. Bukankan ada hak penyintas di situ. Maka saat ini, harus diungkap kembali dengan transparan bantuan-bantuan tersebut, minta kejelasannya. Kok, para penyintas masih terlunta-lunta tanpa kepastian masa depan.

Kalau masih ada hak penyintas, berikanlah. “Artinya, klirkan dulu fakta kepahitan hidup penyintas di lapangan, sebelum para incumbent lenggang kangkung mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2024,” tegas sumber.* jaya marhum

Share :