Jakarta, Cakrabhayangkaranews.comTewasnya Bripka Arfan Saragih anggota Polres Samosir yang diduga atau setidaknya berdasarkan keterangan Polres Samosir, korban tewas meninggal karena bunuh diri dengan meminum cianida. Selain tewas karena cianida, hasil forensik juga ditemukan pendarahan pada rongga kepala diduga akibat benda tumpul. Namun kematian korban disebut janggal oleh keluarga dan istri korban Jeni Irene Simorangkir yang kemudian mengadukan tewasnya Bripka AS ke Polda Sumatera Utara. Korban Bripka AS sebelumnya diberitakan dan disampaikan oleh istri akan membongkar skandal korupsi pungutan pajak kendaraan bermotor sebesar Rp.2,5 Miliar. Hal inilah yang mendasari dugaan kejanggalan tewasnya Bripka AS dan dimakamkan tanpa acara pemakaman secara kedinasan kepolisian.

Atas hal ini Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring menyatakan bahwa skandal ini memang memunculkan dugaan-dugaan dan kecurigaan. Terutama pihak keluarga, sangat wajar menjadi curiga atas tewasnya Bripka AS apakah benar karena bunuh diri atau dibunuh dengan cara diracun. Ferdinand Hutahaean menyatakan dan meminta agar tewasnya atau kematian Bripka AS segara diselidiki oleh Divisi Propam. Hal ini perlu dilakukan agar tidak menjadi prasangka-prasangka buruk yang mencemari nama lembaga Polri, terlebih Polri baru saja menghadapi ujian berat atas tewasnya Brigadir Josua yang dibunuh oleh Ferdi Sambo dan anak buahnya.

“Saya berharap dan meminta agar Divisi Propam Polri segera membentuk tim menyelidiki kasus tewasnya Bripka AS. Ini penting dilakukan segera agar nama Polri tidak semakin tercoreng atas kasus Sambo. Hal ini juga penting untuk membuka kebenaran ditengah masyarakat.” Ujar Ferdinand Hutahaean kepada media.

Selain itu Ferdinand Hutahaean juga meminta pihak Propam untuk memberi perlindungan secara fisik kepada istri korban yang kabarnya mendapat ancaman. “Saya mohon juga kepada Propam Polri agar memberi perlindungan secara fisik kepada istri korban yang kabarnya mendapat ancaman.” Tutup Ferdinand Hutahaean. ( redaksi )

Share :