GorontaloCakrabhayangkaranews.com (CBN) – Putusan praperadilan bersifat declaratoir dan wajib dijalankan karena menyangkut penegakkan hukum dan hak asasi manusia. Sedangkan praperadilan itu sendiri bertujuan untuk menguji praktik penegakan hukum apakah benar sudah sesuai KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). KUHAP pun menyebutkan penyidik atau penuntut umum berfungsi menjalankan putusan pengadilan.

Demikian penjelasan Koordinator Divisi Advokasi dan Litigasi GCW (Gorontalo Corruption Watch) Fendi Ferdian Saiful saat dimintai pendapatnya sehubungan dengan pernyataan Dr. Duke Arif, kuasa hukum Hamim Pou, bahwa putusan praperadilan merupakan putusan non executable, yang dimuat kronologi.com, 6 Juli. Duke mengutip keputusan Komisi Yudisial atas perkara kliennya itu yang menyebutkan putusan praperadilan bersifat non executable.

“Yang menjalankan atau yang mengeksekusi putusan praperadilan adalah penyidik atau penuntutan umum (polisi atau jaksa). Jadi bukan berarti putusan praperadilan tidak bisa dieksekusi”, jelas Fendi.

Dia memberi contoh putusan praperadilan atas SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) perkara bansos dengan tersangka Hamim Pou, Bupati Bone Bolango, Gorontalo itu.

Kata Fendi, tindakan penyidik yang telah menerbitkan Sprindik baru, menyidik dan kemudian nanti menyerahkan perkaranya ke jaksa penuntut umum untuk melimpahkannya ke pengadilan adalah tindakan eksekusi atas putusan praperadilan dimaksud.

Lagi pula, kata dia, penyidik dan penuntut umum sesuai KUHAP merupakan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang tujuannya untuk penegakan hukum, HAM juga asas equality before the law.

Sedangkan soal putusan Komisi Yudisial tersebut, menurut Fendi tidak merubah putusan praperadilan. Putusan praperadilan sudah inkrah. Lagi pula Putusan pengadilan (praperadilan, red) hanya bisa dikoreksi dengan putusan pengadilan.

Diminta tanggapannya atas dibuka kembali kasus bansos itu, Fendi memberi apresiasi dan berharap Kejati Gorontalo bisa segera menuntaskannya karena sudah sepuluh tahun ditangani.

“Kalau cukup bukti sebaiknya dilimpahkan saja ke pengadilan, sebaliknya bila tidak cukup bukti harus dihentikan supaya ada kepastian hukum. Jangan lagi digantung sebab ini menyangkut nasib orang”, imbuhnya.

Kasus bansos ini sudah “memakan” dua korban ASN. Keduanya divonis bersalah dan tengah menjalani hukuman penjara. Sepekan terakhir ini beberapa pihak kembali mendesak Kejati agar melanjutkan penyidikannya karena ada perintah pengadilan * jay

Share :