Surabaya, CBN – Prof Hermawan Sulistyo, selaku Mantan Ketua Tim Investigasi Kerusuhan Mei 1998 dan Semanggi II, meminta dengan sangat, agar masyarakat dapat mengecek kembali track record masing-masing calon pemimpin. 

Tak hanya itu, Beliau juga meminta agar masyarakat dapat meneliti, dari mana dana yang didapatkan masing-masing pemimpin untuk memajukan bangsa ini. Hal itu dinyatakan dengan jelas dalam kalimatnya. 

“Sebagai masyarakat, kita harus teliti terhadap masing-masing calon pemimpin, yang nantinya akan dipilih. Kita harus tahu mereka mendapatkan dana dari mana, untuk mengajukan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Kita juga harus tahu siapa Istri dan anaknya. Hal ini dilakukan agar masyarakat tahu profil calon pemimpin masing-masing,” tegasnya ketika menghadiri konferensi pers “Peringatan 25 Tahun Kerusuhan Mei dan Masa Kelam Indonesia.” 

Kegiatan itu sendiri, digelar oleh Gerakan Pemuda Surabaya di Garden Palace Hotel Surabaya, pada hari Kamis (31/08/2023).

Lebih lanjut, Prof Hermawan, yang biasa dipanggil Kiki, menyinggung peristiwa kerusuhan Mei 1998, yang menyebabkan sejumlah aktivis dari kalangan mahasiswa hilang, hingga saat ini. Beberapa aktivis mahasiswa yang hilang ini, di antaranya, adalah: Petrus Bima Anugerah dan Herman Hendrawan, yang merupakan dua aktivis mahasiswa dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. 

Sebagai informasi, dulunya, Kiki bergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998, yang diketuai oleh Marzuki Darusman. Beliau, pada saat itu, sempat menginterogasi beberapa jenderal. Dan di sana, dia menjelaskan bahwa, hanya Prabowo yang berani mendobrak meja dan marah. 

“Kalian harus tahu, dari 15 jenderal yang kami interogasi. Hanya Prabowo yang berani marah dan gebrak meja. Tanya saja itu, sama Prabowo. Tapi, apa pun yang terjadi, saya lebih memilih untuk melakukan rekonsiliasi bangsa, daripada balas dendam,” ujarnya. 

Atas dasar itu, sebagai Ketua Tim Investigasi Kerusuhan Mei 1998 dan Semanggi II, Kiki mengaku bahwa, dirinya memiliki kewenangan untuk memasukkan siapa pun yang terlibat dalam Kerusuhan Mei 1998, ke penjara. Namun, dirinya memilih jalan rekonsiliasi bangsa, daripada balas dendam. 

Rekonsiliasi bangsa tersebut, dilakukan dengan menggunakan 4 kuadran sebagai penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, yakni: dimaafkan, namun tidak dilupakan; atau tidak memaafkan dan tidak melupakan; memaafkan dan melupakan; dan tidak memaafkan, tapi melupakan. Hal itu, Beliau sampaikan dalam kalimatnya. 

“Jadi, perlu diketahui bahwa, semua penjahat HAM yang telah mengaku atau diadili, maka, mereka akan dimaafkan. Tapi dengan satu syarat, dia tidak boleh ikut pemerintahan baru, sama seperti yang dilakukan di Afrika Selatan. Nah, Di Indonesia ini, bukan hanya dimaafkan di masa lalu, tapi malah dibolehkan nyapres dan didukung sama masyarakat. Silahkan tafsirkan sendiri saja, deh. Karena, kalau bagi saya, masalah ini tidak boleh dilupakan, tapi dimaafkan secara terbatas,” ucapnya. 

R. A – CBN

Share :